Sabtu, 26 Desember 2009

Tugasq " ASKEP GGK"

Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan
pada Pasien dengan Gagal Ginjal Kronik

A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
Gagal ginjal kronik biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap (Doenges, 1999; 626). Kegagalan ginjal kronis terjadi bila ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan internal yang konsisten dengan kehidupan dan pemulihan fungsi tidak dimulai. Pada kebanyakan individu transisi dari sehat ke status kronis atau penyakit yang menetap sangat lamban dan menunggu beberapa tahun. (Barbara C Long, 1996; 368). Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddarth, 2001; 1448). Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat,biasanya berlangsung beberapa tahun. (Price, 1992; 812)
2. Epidemiologi
Rahardjo (1996) mengatakan bahwa jumlah penderita CRF atau gagal ginjal kronik terus meningkat dan diperkirakan pertumbuhannya sekitar 10 % setiap tahun. Saat ini belum ada penelitian epidemiologi tentang prevalensi penyakit ginjal kronik di Indonesia. Dari data di beberapa pusat nefrologi di Indonesia diperkirakan insidens dan prevalensi penyakit ginjal kronik masing-masing berkisar 100 - 150/ 1 juta penduduk dan 200 - 250/ 1 juta penduduk.
3. Etiologi
Penyebab GGK termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit vaskuler (nefrosklerosis), proses obstruksi (kalkuli), penyakit kolagen (luris sutemik), agen nefrotik (amino glikosida), penyakit endokrin (diabetes). (Doenges, 1999; 626)
Penyebab GGK menurut Price, 1992; 817, dibagi menjadi delapan kelas, antara lain:
• Infeksi misalnya pielonefritis kronik
• Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis
• Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis.
• Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif
• Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis tubulus ginjal
• Penyakit metabolik misalnya DM,gout,hiperparatiroidisme,amiloidosis
• Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbale.
• Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.

4. Klasifikasi
Berdasarkan presentase laju filtrasi glomerulus (LFG) yang tersisa. GGK dibagi atas 4 tingkatan yaitu :
a) Gagal ginjal dini
Ditandai dengan berkurangnya sejumlah nefron sehingga fungsi ginjal yang ada sekitar 50-80% dari normal. Dengan adanya adaptasi ginjal dan respon metabolik untuk mengkompensasi penurunan faal ginjal maka tidak tampak gangguan klinis.

b) Insufisiensi ginjal kronik
Pada tingkat ini fungsi ginjal berkisar antara 25-50% dari normal. Gejala mulai dengan adanya gangguan elektrolit, gangguan pertumbuhan dan keseimbangan kalsium dan fosfor. Pada tingkat ini LFG berada di bawah 89 ml/menit/1,73m2.

c) Gagal ginjal kronik
Pada tingkat ini fungsi ginjal berkurang hingga 25% dari normal dan telah menimbulkan berbagai gangguan seperti asidosis metabolik, osteodistrofi ginjal, anemia, hipertensi, dan sebagainya. LFG pada tingkat ini telah berkurang menjadi di bawah 30 ml/menit/1,73m2.

d) Gagal ginjal terminal
Pada tingkat ini fungsi ginjal 12% dari normal, LFG menurun sampai < 10 ml/menit/1,73m2 dan pasien telah memerlukan terapi dialisis atau transplantasi ginjal.

Klasifikasi lain GGK berdasarkan LFG, yaitu:
a) Gangguan fungsi ginjal (Impaired renal functions):
LFG = 80-50 ml/menit/1,73m2. Pada tingkat ini biasanya pasien masih asimptomatik.

b) Insufisiensi ginjal kronik
LFG = 50-30 ml/menit/1,73m2. Pada tingkat ini sudah bisa ditemukan gejala:
 Gangguan metabolik a.l. Hiperparatiroid sekunder, asidosis metabolik ringan
 Hambatan pertumbuhan dan
 Fungsi ginjal akan progresif menurun.

c) Gagal ginjal kronik
LFG = 30-10 ml/menit/1,73m2. Pada tingkat ini penurunan fungsi ginjal akan terus berlanjut.

d) Gagal ginjal terminal
LFG = < 10 ml/menit/1,73m2. Pada tingkat ini perlu dilakukan terapi pengganti yaitu dialisis peritoneal/hemodialisis atau transplantasi. Tingkat ini juga disebut gagal ginjal tahap akhir (End stage renal failure).

5. Patofisiologi
Tingkat kemunduran fungsi ginjal mencapai kritis, penjelekan sampai gagal ginjal stadium akhir tidak dapat dihindari. Mekanisme yang tepat, yang mengakibatkan kemunduran fungsi secara progresif belum jelas, tetapi faktor-faktor yang dapat memainkan peran penting mencakup cedera imunologi yang terus-menerus sehingga menyebabkan proliferasi seluler ( peningkatan produksi sel endoteal ) dan menyebabkan penebalan membrane filtrasi glomerulus sehingga terbentuk jaringan parut/ fibrosa yang luas. Selain adanya reaksi imunologi tertimbunnya zat toksik pada membrane filtrasi berperan dalam terbentuknya jaringan parut yang akan semakin meluas sehingga jumlah nefron semakin sedikit jumlahnya. Obstruksi pada ginjal ataupun pada uretra dan kandung kemih akan menyebabkan peningkatan tekanan pada ginjal dan akan merusak nefron yang terdapat pada ginjal. Sedangkan pada kasus cedera ginjal dimana terjadi kehilangan jumlah nefron pada ginjal akan menyebabkan terjadinya hiperfiltrasi pada ginjal dan lama kelamaan akan merusak nefron itu sendiri. Selain itu penyakit metabolic ( DM) dan penakit vaskuler akan menurunkan suplai darah pada ginjal sehingga menyebabkan terjadinya nekrosis jaringan parenkim ginjal yang lama kelamaan akan merusak nefron-nefron pada ginjal. Selain adanya penyakit ataupun cedera ginjal, seringkali GGK disebabkan karena factor kongenital yang menyebakan terjadinya kerusakan pada glomerulus.
Pasien GGK akan mengalami penurunan GFR/LFG ( laju filtrasi glomerulus) yang menyebabkan terjadinya gangguan ekskresi urea sebagai sisa dari metabolism protein akan menyebabkan sindrom uremik. Apabila urea terakumulasi pada kulit akan menyebabkan terjadinya pruritus dan perubahan pada warna kulit. Selain itu penurunan GFR akan menyebabkan terjadinya peningkatan produksi asam. Pada lambung, asam lambung akan meningkat produksinya menimbulkan mual dan muntah. Selain pada lambung, peningkatan produksi asam karena kegagalan ginjal dalam mengekskresikan asam fosfat yang menyebabkan penurunan fosfat serum sehingga parathormon dalam darah akan naik. Akibat dari peningkatan parathormon, kalsium fosfat pada tulang direabsopsi menyebabkan perubahan pada tulang dan penyakit tulang uremik ( osteodistrofi ginjal ). Osteodistrofi ginjal juga terjadi karena gangguan metabolit aktif vitamin D ( 1,25 dihidrokolekalsiferol ) .Akibat dari penurunan GFR juga kegagalan ginjal dalam mengekskresi kalium sehingga terjadi peningkatan kalium dalam darah dan menyebabkan hiperkalemi. Akibat dari penurunan GFR yang juga sangat berat adalah adanya retensi natrium dan air yang meyebabkan peningkatan volume cairan ekstrasel yang selanjutnya akan meningkatkan tekanan kapiler sehingga volume cairan interstitial akan naik dan menyebabkan edema. Akibat dari edema adalah peningkatan preload sehingga beban jantung juga semakin berat dan akan menyebabkan hipertropi ventrikel kiri.Akibat dari hipertropi ventrikel kiri adalah payah jantung kiri. Payah jantung kiri menyebabkan adanya bendungan pada atrium kiri sehingga tekanan pada kapiler paru akan naik dan menyebabkan edema paru. Payah jantung kiri juga menyebabkan perurunan kardiak output sehingga aliran darah menuju ginjal turun dan akan memperparah edema. Selain itu, penurunan kardiak output adalah penurunan suplai oksigen pada jaringan akan menurun sehingga menyebabkan terjadinya metabolism anaerob dan menyebabkan terjadinya penimbunan asam laktat dan menimbulkan nyeri.

Kerusakan pada apparatus juktaglomerulus menyebabkan aktivasi system renin angiotensin sehingga akan terjadinya hipertensi. Pada pasien GGK menyebabkan sekresi eritroprotein menurun. Akibat dari penurunan eritropoetin adalah penurunan produksi sel darah merah sehingga menyebabkan anemia. Anemia menyebabkan penurunan suplai oksigen kejaringan turun sehingga menyebabkan intoleransi aktivitas. Pada pasien juga GGK dapat disertai timbulnya intoleransi glukosa akan menunjukkan adanya hiperglikemia. Keadaaan ini sebagai akibat terjadinya resistensi terhadap insulin yang menghambat masuknya glukosa ke dalam sel. Pada pasien yang menderita GGK kadar insulin plasma meningkat hingga harus dilakukan pemantauan kadar glukosa, karena dalam keadaan akut pasien GGK memerlukan pemberian glukosa parenteral. Gangguan metabolism lemak biasanya timbul dengan gejala hiperlipidemia yang bermanifestasi sebagai hipertrigliserida, kadar kolesterol darah normal, peninggian VLDL (very low density lipoprotein) dan penurunan LDL (low density lipoprotein). Hal ini terjadi karena meningkatnya produksi trigliserida di hepar akibat hiperinsulinemia dan menurunnya fungsi ginjal serta karena menurunnya katabolisme trigliserida. Keadaan ini biasanya terjadi bila LFG <40ml/menit/1,73m2 dan meningkatnya lemak ini sesuai dengan bertambahnya progresivitas GGK. Walaupun demikian penyebab peningkatan produksi trigliserida dan VLDL ini belum diketahui.
























5. Manifestasi Klinis
1. Manifestasi klinik menurut (Long, 1996 : 369):
• Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang, mudah tersinggung, depresi.
• Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
2. Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain : hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin – aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).
3. Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
a. Sistem kardiovaskuler
• Hipertensi
• Pitting edema
• Edema periorbital
• Pembesaran vena leher
• Friction sub pericardial
b. Sistem Pulmoner
• Krekel
• Nafas dangkal
• Kusmaull
• Sputum kental dan liat
c. Sistem gastrointestinal
• Anoreksia, mual dan muntah
• Perdarahan saluran GI
• Ulserasi dan pardarahan mulut
• Nafas berbau amonia
d. Sistem muskuloskeletal
• Kram otot
• Kehilangan kekuatan otot
• Fraktur tulang
e. Sistem Integumen
• Warna kulit abu-abu mengkilat.
• Pruritis
• Kulit kering bersisik
• Ekimosis
• Kuku tipis dan rapuh
• Rambut tipis dan kasar
f. Sistem Reproduksi
• Amenore
• Atrofi testis

6. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Suyono (2001), untuk menentukan diagnosa pada CKD dapat dilakukan cara sebagai berikut:
a) Pemeriksaan Laboratorium
Urine:
Volume: biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (oligouri) , anuri ( tidak ada urine)
Warna: secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh pus, bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat atau urat, sedimen kotor, kecoklatan menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin.
Berar jenis: kurang dari 1,015 ( menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal yang berat)
Osmolaitas: kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular dan rasio urine /serum sering 1:1
Klirens kreatinin: mungkin akan menurun
Natrium: lebih besar dari 40 mEq/ L karena ginjal tidak mampu mereabsorpsi natrium
Protein: derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkan kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada.
Darah:
BUN/ kreatinin: meningkat biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kretinin 10 mg/dL diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5)
Hitung DL: Ht= menurun pada adanya anemia, Hb: biasanya kurang dari 7-8 g/dL
SDM: waktu hidup menurun pada defisiensi eritropoetin seperti pada azoemia
GDA: pH: penurunan asidosis metabolik ( kurang dari 7,2 ) terjadi karena kehilangan kemampuan ginjal untuk meneskresi hidrogen dan amonia atau hasil akhir katabolisme protein. Bikarbonat menurun. PCO2 menurun.
Natrium serum: mungin rendah ( bila ginjal kehabisan natrium atau normal menunjukkan status dilusi hipernatremia )
Kalium: peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai dengan perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis SDM). Pada tahap akhir , perubahan EKG mungkin tidak terjadi sampai kalium 6,5 mEq atau lebih besar
Magnesium / fosfat: meningkat
Kalsium: menurun
Protein/ khusus albumin; kadar serum menurun dapat menunjukkan kehilangan protein berlebihan melalui urine, perpindahan cairan. Penurunan pemasukan atau sintesis karena kurang asam amino essensial.
Osmolalitas serum: lebih besar dari 285 mOsm/kg; sering sama dengan urine.
b) Pemeriksaan USG: untuk mencari apakah ada batu, atau massa tumor, juga untuk mengetahui beberapa pembesaran ginjal.
c) KUB Foto: menunjukkan ukuran ginjal /ureter/kandung kemih dan adanya obstruksi / batu
d) Pielogram retrograd: menunjukkan abnormal pelvis ginjal dan ureter
e) Arteriogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskuler , massa
f) Sistouretrogram: menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks ke dalam ureter, retensi
g) Biopsi Ginjal: mungkin dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan untuk mendiagnosis histologis
h) Endoskopi ginjal: untuk menentukan pelvis ginjal , keluar batu, hematuria dan pengankatan tumor selektif
i) Pemeriksaan EKG: untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia dan gangguan elektrolit
j) Foto kaki, tengkorak, kolumna spinal, dan tangan: menunjukkan demineralisasi, klasifikasi

8.Pencegahan
Obstruksi dan infeksi saluran kemih dan penyakit hipertensi sangat lumrah dan sering kali tidak menimbulkan gejala yang membawa kerusakan dan kegagalan ginjal. Penurunan kejadian yang sangat mencolok adalah berkat peningkatan perhatian terhadap peningkatan kesehatan. Pemeriksaan tahunan termasuk tekanan darah dan pemeriksaan urinalisis. Pemeriksaan kesehatan umum dapat menurunkan jumlah individu yang menjadi insufisiensi sampai menjadi kegagalan ginjal. Perawatan ditujukan kepada pengobatan masalah medis dengan sempurna dan mengawasi status kesehatan orang pada waktu mengalami stress (infeksi, kehamilan). (Barbara C Long, 2001)

9. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaknaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis selama mungkin. Seluruh faktor yang berperan pada gagal ginjal tahap akhir dan faktor yang dapat dipulihkan ( misalnya :obstruksi ) diidentifikasi dan ditangani.
a. Farmakologi
Hyperkalemia Glukosa (IV) dan insulin, Calsium Gluconate 10% (IV), Sodium
Polystyrene sulfonate (Kayexalate)
Hyperphospatemia dan Hypocalcemia Calcium carbonat, calcium acetate
Hipertensi B adrenergic blocker (metoprolol), Ca channel blocker (nifedipin),
ACE inhibitor (captopril, enapril)
CHF dan edemia paru diuretik (furodemide, lasix), inotropik (digitalis,
dobutamin)
Antikonvulsan Diazepam (valium) dan dilantin
Epogen (Recombinan human erythropoietin) anemia dan HT
Heparin mencegah clotting saat dialysa
Supplement tinggi zat besi







b. Non Farmakologi
Modifikasi diet dan cairan
Rendah protein akumulasi urea, asam urat high biologic value (dairy product, telur, daging) 0,6 – 0,7 g/Kg BB/hari
Pembatasan K : 2 – 4 g/hari: jeruk, pisang, melin, tomat, kacang
Pembatasan Na : 2 -4 g/hari (tergantung edema): sup kaleng, kecap asin, salad dressing
Pembatasan PO4 : 1000 mg/hari: susu. Ice creaming, keju, yoghart
Tinggi kalori dan suplemment
Pembatasan intake cairan 5000 – 6000

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Aktivitas/ Istirahat
Gejala: kelelahan ekstrim, kelemahan, malaise, gangguan tidur ( insomnia, gelisah/ somnolen)
Tanda: kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan gerak
Sirkulasi
Gejala: riwayat hipertensi lama atau berat, palpitsi;nyeri dada ( angina )
Tanda: Hipertensi; DVJ, nadi kuat, edema jarinagan umum dan pitting pada kaki, telapak, tangan, disritmia jantung, nadi lemah halus, hipotensi ortostatik menunjukkan hipovolemia yang jarang pada penyakit tahap akhir, friction rub perikardial ( respon terhadap akumulasi sisa), pucat, kulit kecoklatan, kehijauan, kuninng, kecenderungan pendarahan
Integritas Ego
Gejala: faktor stres, contoh finansial, hubungan dan sebagainya, perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan
Tanda: menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.
Eliminasi
Gejala: penuruna frekuensi urine, oliguria, anuri, abdomen kembung, diare atau konstipasi
Tanda: perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat, berawan, ologouri dapat menjadi anuri
Makanan/ Cairan
Gejala: peningkatan berat badan cepat (edema ), penurunan berat badan ( nutrisi ) , anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut atau pernafasan ( ppernafasan amonia), pengunaan diuretik, distensi abdomen/asites, pembesaran hati / tahap akhir.
Tanda: perubahan turgor kulit/ kelembaban, edema, ulserasi gusi , pendarahan gusi/ lidah, penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak bertenaga
Neurosensori
Gejala: sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot /kejang, sindrom kaki gelisah, kebas/ rasa terbakar pada telapak kaki, kebas kesemutan, kelemahan, khususnya ekstrimitas bawah ( neuropati perifer )
Tanda: Gangguan status mental, penurunan lapang perhatian, kejang, fasikulasi otot, aktivasi kejang, rambut tipis, kuku rapuh dan tipis
Nyeri/ kenyamanan
Gejala: nyeri panggul , sakit kepala , kram otot/ nyeri kaki (memburuk saat malam hari )
Tanda: perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah
Pernafasan
Gejala: nafas pendek, dispnea nokturnal paroksismal, batuk dnegan/ tanpa sputum kental dan banyak
Tanda: takipenia, dispnea, peningkatan frekuensi/ kedalaman pernafasan ( kissmaul ), batuk produktif dengan sputum merah muda encer ( edema paru )
Keamanan
Gejala: kulit gatal, ada/berulangnya infeksi
Tanda: pruritus, demam ( sepsis, dehidrasi ), normotermia dapat secara aktual terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami suhu tubuh rendah ( efek GGK / depresi respon imun), petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang, deposit fosfat kalsium (klasifikasi metastatik) pada jaringan kulit , jaringan lunak , sendi, keterbatasan gerak sendi
Seksualitas
Gejala: penurunan libido, amenore, infertilitas
Interaksi sosial
Gejala: kesulitan menentukan kondisi

2. Diagnosa Keperawatan
a) Kelebihan volume cairan b/d mekanisme pengaturan melemah: penurunan fungsi ginjal
b) Pola nafas tidak efektif berhubungan b/d hiperventilasi
c) Perubahan perfusi jaringan perifer b/d penurunan konsentrasi hemoglobin darah
d) Ketidakseimbangan nutrisi:kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, mual, muntah
e) Intoleransi aktivitas b/d penurunan suplai oksigen ke jaringan
f) Kerusakan integritas kulit b/d penimbunan toksik dalam kulit
g) Nyeri b/d agen cedera kima: penimbunan asam laktat
h) Risiko tinggi penurunan curah jantung b/d perubahan sekuncup jantung: preload meningkat.
i) Risiko tinggi perubahan membran mukosa oral b/d pembatasan intake cairan
j) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang terpajan informasi
k) PK: Hiperkalemia, perkarditis, hipertensi,anemia, penyakit tulang dan klasifikasi metastatik

























































3. Perencanaan Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat
Tujuan:Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan kriteria hasil :
mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler.
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi jantung dan paru
R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur
b. Kaji adanya hipertensi
R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron-renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)
c. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya (skala 0-10)
R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri
d. Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas
R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia

2. Kekurangan volume cairan b/d penurunan fungsi ginjal
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan dengan kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output
Intervensi:
a. Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital
b. Batasi masukan cairan
R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin, dan respon terhadap terapi
c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan
R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan
d. Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan terutama pemasukan dan haluaran
R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan output

3. Perubahan perfusi jaringan perifer: penurunan produksi sel darah merah b/d penurunan sekresi eritropoetin
Tujuan: Menunjukkan perfusi jaringan adekuat KH: TTV dalam batas normal, haluaran urine adekuat, pengisian kapiler baik
Intervensi:
a.Awasi TTV, pengisian kapioler kulit, warna kulit, dasar kuku
R:memberikan informasi derajat ketidakedekuatan
b.Berikan posisi semifowler
R:meningkatkan ekspansi paru
c.Auskultasi bunyi nafas
R:Menunjukkan tingkat kompensasi jantung
Kolaborasi: Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
R:memaksimalkan transpor oksigen ke jaringan

4. Intoleransi aktivitas b/d penurunan suplai oksigen ke jaringan
Tujuan: Melaporkan dapat melakukan aktivitas yang ditoleransi,KH: menunjukkan tanda aktivitas yang ditoleransi
Intervensi:
a.Observasi kemampuan klien untuk melakukan tugas normal
R:memberikan gambaran dalam melalukan intervensi
b.Awasi TTV
R:Manifestasi kardiopulmonal untuk membawa oksigen adekuat ke jaringan
c.Gunakan tehnik penghematan energi
R:Mendorong pasien melakukan aktivitas secara mandiri
d.Ubah posisi klien secara perlahan dan pantau terhadap pusing
R:Hipoksia serebral dapat menyebabkan pusing

5. Ketidakseimbangan nutrisi:kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, mual, muntah
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat dengan kriteria hasil: menunjukan BB stabil
Intervensi:
a. Awasi konsumsi makanan / cairan
R: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi
b. Perhatikan adanya mual dan muntah
R: Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat mengubah atau menurunkan pemasukan dan memerlukan intervensi
c. Beikan makanan sedikit tapi sering
R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan
d. Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan
R: Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek sosial
e. Berikan perawatan mulut sering
R: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai dalam mulut yang dapat mempengaruhi masukan makanan


6. Kerusakan integritas kulit b/d penimbunan toksin pada kulit
Tujuan: Integritas kulit dapat terjaga dengan kriteria hasil :
- Mempertahankan kulit utuh
- Menunjukan perilaku / teknik untuk mencegah kerusakan kulit
Intervensi:
a. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler, perhatikan kadanya kemerahan
R: Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat menimbulkan pembentukan dekubitus / infeksi.
b. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa
R: Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan
c. Inspeksi area tergantung terhadap udem
R: Jaringan udem lebih cenderung rusak / robek
d. Ubah posisi sesering mungkin
R: Menurunkan tekanan pada udem , jaringan dengan perfusi buruk untuk menurunkan iskemia
e. Berikan perawatan kulit
R: Mengurangi pengeringan , robekan kulit
f. Pertahankan linen kering
R: Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit
g. Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk memberikan tekanan pada area pruritis
R: Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko cedera
h. Anjurkan memakai pakaian katun longgar
R: Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit

7. Risiko tinggi perubahan membran mukosa oral b/d pembatasan intake cairan
Tujuan: mempertahankan membran integritas mukosa oral, KH: pasien mampu melakukan intervensi khusus dalam meningkatkan membran mukosa oral
Intervensi:
a.Inspeksi rongga mulut: perhatikan karakte salivar,kelembaban, adanya inflamasi, ulserasi
R:memberikan kesempatan untuk untuk inspeksi segera dan mencegah infeksi
b.Berikan cairan sepanjang 24 jam dalam batas yang ditentukan
R:Mencegah kekeringan mulut berlebihan
c.Berikan oral hygiene
R:Menurunkan pertumbuhan bakteri dan potensial terhadap infeksi
Kolaborasi: berikan obat-obatan sesuai indikasi: antihistamin
R;Menghilangkan gatal

8. Risiko tinggi sedera b/d penurunan sekresi eritropoetin
Tujuan: Tidak terjadi risiko cedera , KH: tidak mengalami tand-tanda cedera, mempertahankan/ menunjukkan perbaikan nilai laboratorium
Intervensi:
a.Perhatikan keluhan peningkatan kelelahan
R:Menunjukkan anemia dan respon jantung untuk mempertahankan oksigenasi sel
b.Awasi tingkat kesadaran dan perilaku
R:Anemia dapat menyebabkan hipoksia serebral dengan perubahan mental, orientasi dan respon perilaku
c.Berikan sikat gigi halus
R:menurunkan risiko pendarahan
d.Kolaborasi:berikan transfusi darah
R:Diperlukan untuk gejala anemia simptomatik

9. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang terpajan informasi
Tujuan : pemahaman tentang penyakit meningkat, KH: Menyatakan pemahaman kondisi/ proses penyakit, menjelaskan dengan benar prosedur tindakan, berpartisipasi dalam pengobatan
a.Kaji ulang proses penyakit dan kemungkinan yang dialami
R:Memberikan data dasar dalam memberikan penyuluhan
b.Berikan penjelasan mengenai penyakit, pengobatan/terapi
R:meningkatkan partisipasi dan maningkatkan pemahaman
c.Buat program latihan rutin
R:Meingkatkan tonus otot
d.Dorong pemasukkan kalori , khusus dari karbohidrat
R:penyimpanan protein dan meningkatkan energi


3. Evaluasi
DX 1: Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan kriteria hasil :
mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler.

Dx 2: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan dengan kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output

Dx3: Menunjukkan perfusi jaringan adekuat KH: TTV dalam batas normal, haluaran urine adekuat, pengisian kapiler baik

DX 4: Melaporkan dapat melakukan aktivitas yang ditoleransi,KH: menunjukkan tanda aktivitas yang ditoleransi

Dx 5: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat dengan kriteria hasil: menunjukan BB stabil

Dx 6: Integritas kulit dapat terjaga dengan kriteria hasil :
- Mempertahankan kulit utuh
- Menunjukan perilaku / teknik untuk mencegah kerusakan kulit

Dx 7: mempertahankan membran integritas mukosa oral, KH: pasien mampu melakukan intervensi khusus dalam meningkatkan membran mukosa oral

Dx 8: Tidak terjadi risiko cedera , KH: tidak mengalami tand-tanda cedera, mempertahankan/ menunjukkan perbaikan nilai laboratorium

Dx 9: pemahaman tentang penyakit meningkat, KH: Menyatakan pemahaman kondisi/ proses penyakit, menjelaskan dengan benar prosedur tindakan, berpartisipasi dalam pengobatan



DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC
Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC
Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar